Jumat, 01 November 2013

Metode Pengumpulan Data Kuantitatif

Menurut Jhonson & Christensen (2000: 126), method of collection data is technique for physically obtaining data to be analyzed in a research study.  Metode pengumpulan data  diartikan sebagai teknik untuk mendapatkan data secara fisik untuk dianalisis dalam suatu studi penelitian.
Untuk mendapatkan data yang baik maka perlu dikembangkan suatu instrumen yang baik dan sesuai dengan tujuan penelitian kita. Mertens menguraikan  beberapa langkah dalam mengembangkan instrumen yaitu:
a.        Define the objective of your instrument
b.        Identify the intended respondents and make format decisions.
c.         Review existing measures
d.        Develop an item pool.
e.         Prepare and pilot tes the prototype.
f.          Conduct an item analysis and revise the measure (2010: 363-365).
Langkah-langkah pengembangan instrumen ini bersifat general dan dapat diimplementasikan pada beberapa jenis pengumpulan data misalnya pada pengembangan instrumen kuesioner, paper and pencil tests, wawancara dan juga observasi. 
2.         Jenis-Jenis Teknik Pengumpulan Data pada Penelitian Kuantitatif
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif. Macmillan & Sally Schumacher mengelompokkan teknik pengumpulan data kuantitatif dalam enam (6) jenis yakni tes tertulis (paper and pancil tests), wawancara (interviews), kuesioner (questionnaires), pengamatan (observations), pengukuran nonkognitif (noncognitive measures), dan penilaian alternatif (alternative assessment). Dalam penerapannya, berbagai teknik ini dapat dipadukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, akurat dan konsiten.
 Secara lebih rinci, berbagai teknik pengumpulan data ini dapat dilihat pada uraian berikut ini :
 
a.        Paper and Pencil Tests
Menurut MacMilan & Schumacher istilah paper and pencil tests diartikan sebagai a standard set of questions is presented to each subject in writing (on paper or computer) that requires completion of cognitive task (2010: 250). Tes tertulis diartikan sebagai seperangkat pertanyaan yang disajikan kepada setiap subyek penelitian dalam bentuk tertulis (pada kertas atau komputer) yang menghendaki penyelesaian tugas kognitif. Tugas kognitif yang dimaksudkan dapat terfokus pada apa yang diketahui seseorang (achievement), kemampuan belajar (ability or aptitude), memilih atau seleksi (interests, attitudes, or value) atau kemampuan mengerjakan sesuatu (skills).
 Saat ini terdapat banyak bentuk tes yang telah terstandar. Bentuk tes ini telah disediakan oleh ahli pengukuran dan memiliki kesamaan prosedur dalam administrasi dan pengskoran. Walaupun telah banyak bentuk tes yang telah distandarkan, kita tidak mungkin langsung mengambil salah satu bentuk tes tersebut begitu saja untuk dijadikan alat pengumpulan data pada penelitian yang akan kita lakukan. Hal ini disebabkan karena setiap penelitian bertujuan untuk mengukur sesuatu hal yang spesifik yang belum tentu sesuai dengan bentuk tes yang telah tersedia.  Oleh karena itu diperlukan kemampuan agar mampu mengkonstruksi sendiri bentuk tes yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.
Terdapat dua kriteria dalam penilaian yakni norm-referenced dan criterion referenced. Pada norm-referenced atau penilaian acuan normatif (PAN),  interpretasi datanya berdasarkan referensi kelompok. Sedangkan pada criterion-referenced atau penilaian acuan patokan (PAP), proses interpretasinya berdasarkan seperangkat kriteria yang telah ditetapkan.
b.        Angket/Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009: 199). Sedangkan menurut Johnson & Christensen (2000: 127), kuesioner adalah a self-report data-collection instrument that each research participant fills out as part of research study. Kuesioner diartikan sebagai kumpulan instrumen pribadi dimana setiap responden penelitian mengisinya sebagai bagian dari studi penelitian. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang pikiran, perasaan, sikap, keyakinan, nilai, persepsi, kepribadian dan sikap    responden penelitian. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang banyak dilakukan karena dinilai relatif lebih ekonomis, mempunyai item yang sama untuk semua subyek serta menjamin kerahasiaan (anonim).  
Johnson & Christensen (2000: 129) menguraikan 14 prinsip dalam mengembangkan kuesioner yaitu :
1)        Make sure the questionnaire items match your research objectives
2)        Understand your research partisipants
3)        Use natural and familiar language.
4)        Write items that are clear, precise, and relatively short.
5)        Do not use “leading” or “loaded” questions.
6)        Avoid double-barreled questions.
7)        Avoid double negatives.
8)        Determine whether an open-ended or a closed-ended questions is needed.
9)        Use mutually exclusive and exhaustive response categories for close-ended questions.
10)    Consider the different types of response categories avalaible for close-ended questionnaire items.
11)    Use multiple items to measure abstract constructs.
12)    Reverse the wording in some of the items to prevent response sets.
13)    Develop a questionnaire that is easy for the participant to use.
14)    Always pilot test your questionnaire.
Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 200) terdapat beberapa prinsip dalam penulisan angket yaitu : isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan yang sudah lupa, pertanyaan tidak menggiring, panjang pertanyaan, urutan pertanyaan, prinsip pengukuran dan penampilan fisik angket.
c.         Wawancara/Interview
Wawancara atau interview merupakan a data collection method in which interviewer ask interviewee questions (Johnson, 2000: 140). Pada pengertian ini dapat diketahui bahwa kegiatan wawancara melibatkan dua pihak yakni interviewer atau orang yang melaksanakan kegiatan wawancara dan juga interviewee atau pihak yang diwawancarai. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2009: 194).
Kegiatan wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Menurut Sugiyono (2009: 194-198), terdapat dua jenis wawancara yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Pengklasifikasian Jenis-jenis wawancara menurut Patton dalam Johnson & Christensen (2000: 105) adalah sebagai berikut :
1)        Informal conversational interview
Karakteristik jenis wawancara ini adalah pertanyaan muncul dari konteks yang paling dekat dengan si responden dan ditanyakan hal-hal yang bersifat alamiah. Kelebihannya adalah dapat meningkatkan relevansi dan kepentingan dari pertanyaan, wawancara dibangun dan muncul dari observasi, wawancara dapat disesuaikan secara individu dan keadaan sekitarnya. Sedangkan kelemahannya adalah memperoleh informasi yang berbeda dari orang yang berbeda dengan pertanyaan yang berbeda; kurang sistematis dan komprehensif jika pertanyaan-pertanyaan tidak timbul secara alami sehingga mempersulit proses organisasi dan analisis  data.
2)        Interview guide approach
Topik-topik dan isu yang diangkat merupakan hal yang spesifik dalam bentuk bagan. Pewawancara menentukan urutan dan susunan kalimat dalam pertanyaan yang akan diajukan. Kelebihan jenis wawancara ini adalah model bagan yang menambah komprehensif data dan membuat koleksi data lebih sistematis bagi setiap responden.
3)        Standardized open-ended interview
Susunan kata yang tepat dan urutan pertanyaan ditentukan terlebih dahulu. Semua responden ditanyakan pertanyaan dasar yang sama dalam urutan yang sama. Pertanyaan-pertanyaan dirumuskan dalam bentuk open-ended yang lengkap. Kelebihan jenis wawancara ini adalah mudah membandingkan respon dari narasumber karena mereka menjawab pertanyaan yang sama, sedangkan kelemahannya adalah bersifat kurang fleksibel.
4)        Close quantitative interview
Pertanyaan dan kategori jawaban telah dirumuskan terlebih dahulu. Jawaban telah tersedia dan narasumber hanya memilih salah satu jawaban tersebut. Kelebihannya adalah memudahkan dalam analisis, jawaban dapat langsung dibandingkan dan hemat waktu karena banyak pertanyaan dapat ditanyakan dalam waktu yang singkat. Kelemahannya adalah narasumber harus menyesuaikan pengalaman dan perasaan mereka dalam kategori yang disediakan oleh peneliti yang mungkin kurang relevan dan bersifat mekanistik.
Pada penelitian kuantitatif, instrumen wawancara disediakan dalam the interview protocol yaitu kumpulan data instrumen yang termasuk di dalamnya adalah items wawancara, kategori respon, instruksi dan lainnya. The interview protocol ini merupakan tulisan yang ditulis oleh peneliti dan dibaca oleh interviewer kepada responden atau ditampilkan pada layar komputer untuk wawancara melalui telepon. Interviewer juga mencatat dan merekam respon dari responden pada interview protocol tersebut.
Tujuan dari wawancara kuantitatif adalah untuk menstandarkan apa yang disajikan kepada narasumber. Standarisasi ini akan dicapai ketika apa yang dikatakan oleh semua narasumber itu sama atau hampir sama. Ide utamanya adalah bahwa peneliti kuantitatif  ingin mengungkap setiap narasumber untuk stimulus yang sama sehingga hasilnya dapat dibandingkan. Hasil wawancara kuantitatif kebanyakan merupakan data kuantitatif sehingga dapat dianalisis menggunakan prosedur statistika kuantitatif.  Hal ini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaannya bersifat open-ended  yang tentu saja sama untuk semua responden. Wawancara pada penelitian kuantitatif kelihatannya hampir sama dengan kuesioner. Dalam kenyataannya, banyak peneliti menyebut interview protocol sebagai kuesioner.
Beberapa tips untuk merancang sebuah wawancara yang  efektif adalah :
1)        Yakinlah bahwa semua responden sudah terlatih dengan baik
2)        Kenalilah latarbelakang orang yang diwawancarai sehingga akan mengetahui sedikit tentang orang tersebut.
3)        Membuat laporan dan membangun kepercayaan kepada narasumber
4)        Lebih bersifat empati dan netral terhadap apa yang disampaikan oleh narasumber
5)        Gunakan sedikit anggukan kepala dan mengatakan “um-hms” untuk menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang disampaikan.
6)        Bersikap lebih refleks
7)        Biarkan narasumber yang lebih banyak memberikan informasi, bukan anda.
8)        Lebih sensitif terhadap persoalan gender, umur, dan perbedaan budaya antara anda dan narasumber.
9)        Yakinlah bahwa narasumber sungguh memahami apa yang akan ditanyakan.
10)    Sediakan sedikit waktu bagi narasumber untuk menjawab pertanyaan.
11)    Mengontrol dan menjaga proses wawancara agar tetap fokus.
12)    Gunakan probes dan menindaklanjuti pertanyaan untuk mendapatkan respon yang jelas dan bermakna.
13)    Membangun sikap respek terhadap waktu/kesempatan narasumber
14)    Pada jenis wawancara tertentu, sebaiknya direkam sesi wawancara tersebut.
15)    Setelah wawancara selesai, periksalah tulisan dan rekaman anda agar lebih berkualitas dan lengkap (Johnson & Christensen, 2000: 204).
d.        Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi diartikan sebagai watching the behaviorial patterns of people in certain situations to obtain information about the phenomenon of interest (MacMillan & Schumacher, 2010: 211). Pada pengertian ini, kegiatan observasi digunakan hanya untuk mengamati pola perilaku manusia pada situasi tertentu untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang menarik. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 203), kegiatan observasi tidak terbatas pada obyek manusia, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi dapat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalah-gejalah alam dan bila responden yang diamati dalam jumlah yang relatif tidak terlalu besar.
Terdapat dua jenis pengamatan yakni observasi partisipan dan observasi nonpartisipan. Pada observasi partisipan, pengamat terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati. Sedangkan pada observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Kelemahan jenis observasi ini adalah data yang diperoleh kurang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna yaitu nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis. Observasi nonpartisipan ini dibagi lagi dalam dua kategori yakni observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur.
Pada observasi kuantitatif berkaitan dengan standarisasi semua prosedur observasi untuk mendapatkan data penelitian yang reliabel. Standarisasi ini meliputi siapa yang diobservasi, kapan observasi dilakukan, dimana observasi dilakukan dan bagaimana kegiatan observasi berakhir. Observasi kuantitatif biasanya menghasilkan data kuantitatif seperti jumlah atau frekuensi dan persentase.
e.         Pengukuran Nonkognitif
Pengukuran nonkognititf  lebih terfokus pada emosi dan perasaan,  termasuk dalam pengukuran nonkognitif adalah sikap (attitudes), opini (opinions), nilai-nilai (values), minat (interests) dan kepribadian (personality). Walaupun para praktisi pendidikan dan psikologi telah mempelajari faktor nonkognitif, namun pengukuran untuk ciri ini sering lebih sulit dibandingkan pengukuran kognitif. Menurut McMillan dan Sally Schumacher (2001: 194), terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi kesulitan pengukuran pada nonkognitif yaitu :
1)        Noncognitive test results may be adversely affected by response set, which is the tendency of a subject’s answer to be influenced by a general set when responding to items. Respon set is tendency to answer most questions the same way.
2)        Noncognitive items are susceptible to faking. One of the most serious types of faking is social desirability, in which subjects answer item in order to appear most normal or most socially desirable rather than responding honestly.
3)        The reliability of noncognitive test is generally lower than that cognitive tests.
4)        In most noncognitive tests, we are interested in evidence of construct validity, which is difficult to establish.
5)        Noncognitive tests do not have “right” answer like cognitive tests.
f.         Penilaian Alternatif
Penilaian alternatif didesain untuk menyediakan cara yang berbeda dalam menunjukkan pencapaian penampilan siswa. Terdapat berbagai jenis penilaian alternalif seperti demonstrasi, pertunjukan/pameran, penilaian berdasarkan performans dan portofolio. Performanced-based assesment is observation of skill, behavior, or competency. Sedangkan penilaian portofolio merupakan a purposeful, systematic collection and evaluation of student work that document progress toward meeting learning objectives. Dalam dunia pendidikan, portofolio digunakan untuk meningkatkan frekuensi khususnya dalam penilaian ketrampilan membaca dan menulis.
1.      Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel maka diperlukan alat ukur/instrumen yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Instrumen disebut valid jika digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan instrumen yang reliabel adalah instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.  Instrumen yang valid harus mempunyai validitas eksternal dan internal. Validitas internal terjadi jika kriteria yang ada dalam instrumensecara rasional telah mencerminkan apa yang diukur. Jadi kriterianya ada dalam instrumen. Sedangkan validitas eksternal terjadi jika instrumen disusun berdasarkan fakta empiris yang ada. Secara lebih rinci, uji validitas dan reliabilitas instrumen dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Skema tentang Instrumen dan cara-cara Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Berdasarkan gambar diatas, dapat simpulkan bahwa dalam merancang suatu instrumen yang valid dan reliabel menjadi hal yang mutlak sehingga bisa diperoleh data penelitian yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.  
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, B. & Larry Christensen. (2000). Educational Research, Quantitative and Qualitative Approaches. USA. Allyn and Bacon.
MacClave, James T. & Sincich, Terry. (2000).  Statistics. USA. Prentice-Hall
McMillan, J.H. & Sally Schumacher.  (2010). Research in Education, Evidence-   Based Inquiry. USA. Pearson.
Mertens, Dona M. (2010). Research and Evaluation in Education and Psychology. USA. Sage Publication.  
Scheaffer, Richard L. (1986). Elementary Survey Sampling. USA. PWS Publisher.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.  Bandung. Alfabeta

0 komentar:

Posting Komentar