Menurut
Jhonson & Christensen (2000: 126), method
of collection data is technique for physically obtaining data to be analyzed in
a research study. Metode pengumpulan
data diartikan sebagai teknik untuk mendapatkan
data secara fisik untuk dianalisis dalam suatu studi penelitian.
Untuk
mendapatkan data yang baik maka perlu dikembangkan suatu instrumen yang baik
dan sesuai dengan tujuan penelitian kita. Mertens menguraikan beberapa langkah dalam mengembangkan instrumen
yaitu:
a.
Define
the objective of your instrument
b.
Identify
the intended respondents and make format decisions.
c.
Review
existing measures
d.
Develop
an item pool.
e.
Prepare
and pilot tes the prototype.
f.
Conduct
an item analysis and revise the measure (2010: 363-365).
Langkah-langkah pengembangan
instrumen ini bersifat general dan dapat diimplementasikan pada beberapa jenis
pengumpulan data misalnya pada pengembangan instrumen kuesioner, paper and pencil tests, wawancara dan
juga observasi.
2.
Jenis-Jenis
Teknik Pengumpulan Data pada Penelitian Kuantitatif
Terdapat beberapa teknik
pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif. Macmillan & Sally Schumacher
mengelompokkan teknik pengumpulan data kuantitatif dalam enam (6) jenis yakni tes
tertulis (paper and pancil tests), wawancara
(interviews), kuesioner (questionnaires), pengamatan (observations), pengukuran nonkognitif (noncognitive measures), dan penilaian
alternatif (alternative assessment).
Dalam penerapannya, berbagai teknik ini dapat dipadukan untuk mendapatkan data
yang lebih lengkap, akurat dan konsiten.
Secara lebih rinci, berbagai teknik
pengumpulan data ini dapat dilihat pada uraian berikut ini :
a.
Paper and Pencil Tests
Menurut MacMilan & Schumacher
istilah paper and pencil tests
diartikan sebagai a standard set of
questions is presented to each subject in writing (on paper or computer) that
requires completion of cognitive task (2010: 250). Tes tertulis diartikan
sebagai seperangkat pertanyaan yang disajikan kepada setiap subyek penelitian
dalam bentuk tertulis (pada kertas atau komputer) yang menghendaki penyelesaian
tugas kognitif. Tugas kognitif yang dimaksudkan dapat terfokus pada apa yang
diketahui seseorang (achievement),
kemampuan belajar (ability or aptitude),
memilih atau seleksi (interests,
attitudes, or value) atau kemampuan mengerjakan sesuatu (skills).
Saat ini terdapat banyak bentuk tes yang telah
terstandar. Bentuk tes ini telah disediakan oleh ahli pengukuran dan memiliki
kesamaan prosedur dalam administrasi dan pengskoran. Walaupun telah banyak
bentuk tes yang telah distandarkan, kita tidak mungkin langsung mengambil salah
satu bentuk tes tersebut begitu saja untuk dijadikan alat pengumpulan data pada
penelitian yang akan kita lakukan. Hal ini disebabkan karena setiap penelitian
bertujuan untuk mengukur sesuatu hal yang spesifik yang belum tentu sesuai
dengan bentuk tes yang telah tersedia. Oleh
karena itu diperlukan kemampuan agar mampu mengkonstruksi sendiri bentuk tes
yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.
Terdapat
dua kriteria dalam penilaian yakni norm-referenced
dan criterion referenced. Pada norm-referenced atau penilaian acuan
normatif (PAN), interpretasi datanya
berdasarkan referensi kelompok. Sedangkan pada criterion-referenced atau penilaian acuan patokan (PAP), proses
interpretasinya berdasarkan seperangkat kriteria yang telah ditetapkan.
b.
Angket/Kuesioner
Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2009: 199). Sedangkan menurut Johnson & Christensen
(2000: 127), kuesioner adalah a
self-report data-collection instrument that each research participant fills out
as part of research study. Kuesioner diartikan sebagai kumpulan instrumen
pribadi dimana setiap responden penelitian mengisinya sebagai bagian dari studi
penelitian. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang
pikiran, perasaan, sikap, keyakinan, nilai, persepsi, kepribadian dan sikap responden penelitian. Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang banyak dilakukan karena dinilai relatif lebih
ekonomis, mempunyai item yang sama untuk semua subyek serta menjamin
kerahasiaan (anonim).
Johnson
& Christensen (2000: 129) menguraikan 14 prinsip dalam mengembangkan
kuesioner yaitu :
1)
Make
sure the questionnaire items match your research objectives
2)
Understand
your research partisipants
3)
Use
natural and familiar language.
4)
Write
items that are clear, precise, and relatively short.
5)
Do
not use “leading” or “loaded” questions.
6)
Avoid
double-barreled questions.
7)
Avoid
double negatives.
8)
Determine
whether an open-ended or a closed-ended questions is needed.
9)
Use
mutually exclusive and exhaustive response categories for close-ended
questions.
10)
Consider
the different types of response categories avalaible for close-ended
questionnaire items.
11)
Use
multiple items to measure abstract constructs.
12)
Reverse
the wording in some of the items to prevent response sets.
13)
Develop
a questionnaire that is easy for the participant to use.
14)
Always
pilot test your questionnaire.
Sedangkan menurut Sugiyono (2009:
200) terdapat beberapa prinsip dalam penulisan angket yaitu : isi dan tujuan
pertanyaan, bahasa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan, pertanyaan tidak
mendua, tidak menanyakan yang sudah lupa, pertanyaan tidak menggiring, panjang
pertanyaan, urutan pertanyaan, prinsip pengukuran dan penampilan fisik angket.
c.
Wawancara/Interview
Wawancara
atau interview merupakan a data
collection method in which interviewer ask interviewee questions (Johnson,
2000: 140). Pada pengertian ini dapat
diketahui bahwa kegiatan wawancara melibatkan dua pihak yakni interviewer atau orang yang melaksanakan
kegiatan wawancara dan juga interviewee
atau pihak yang diwawancarai. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan
data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal
dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil
(Sugiyono, 2009: 194).
Kegiatan
wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan
dapat dilakukan melalui tatap muka (face
to face) maupun dengan menggunakan telepon. Menurut Sugiyono (2009:
194-198), terdapat dua jenis wawancara yakni wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur. Pengklasifikasian Jenis-jenis wawancara menurut
Patton dalam Johnson & Christensen (2000: 105) adalah sebagai berikut :
1)
Informal
conversational interview
Karakteristik
jenis wawancara ini adalah pertanyaan muncul dari konteks yang paling dekat
dengan si responden dan ditanyakan hal-hal yang bersifat alamiah. Kelebihannya
adalah dapat meningkatkan relevansi dan kepentingan dari pertanyaan, wawancara
dibangun dan muncul dari observasi, wawancara dapat disesuaikan secara individu
dan keadaan sekitarnya. Sedangkan kelemahannya adalah memperoleh informasi yang
berbeda dari orang yang berbeda dengan pertanyaan yang berbeda; kurang
sistematis dan komprehensif jika pertanyaan-pertanyaan tidak timbul secara
alami sehingga mempersulit proses organisasi dan analisis data.
2)
Interview
guide approach
Topik-topik
dan isu yang diangkat merupakan hal yang spesifik dalam bentuk bagan.
Pewawancara menentukan urutan dan susunan kalimat dalam pertanyaan yang akan
diajukan. Kelebihan jenis wawancara ini adalah model bagan yang menambah
komprehensif data dan membuat koleksi data lebih sistematis bagi setiap
responden.
3)
Standardized
open-ended interview
Susunan kata yang tepat
dan urutan pertanyaan ditentukan terlebih dahulu. Semua responden ditanyakan
pertanyaan dasar yang sama dalam urutan yang sama. Pertanyaan-pertanyaan
dirumuskan dalam bentuk open-ended
yang lengkap. Kelebihan jenis wawancara ini adalah mudah membandingkan respon
dari narasumber karena mereka menjawab pertanyaan yang sama, sedangkan
kelemahannya adalah bersifat kurang fleksibel.
4)
Close
quantitative interview
Pertanyaan dan kategori jawaban
telah dirumuskan terlebih dahulu. Jawaban telah tersedia dan narasumber hanya
memilih salah satu jawaban tersebut. Kelebihannya adalah memudahkan dalam
analisis, jawaban dapat langsung dibandingkan dan hemat waktu karena banyak
pertanyaan dapat ditanyakan dalam waktu yang singkat. Kelemahannya adalah
narasumber harus menyesuaikan pengalaman dan perasaan mereka dalam kategori
yang disediakan oleh peneliti yang mungkin kurang relevan dan bersifat
mekanistik.
Pada penelitian kuantitatif, instrumen
wawancara disediakan dalam the interview
protocol yaitu kumpulan data instrumen yang termasuk di dalamnya adalah
items wawancara, kategori respon, instruksi dan lainnya. The interview protocol ini merupakan tulisan yang ditulis oleh
peneliti dan dibaca oleh interviewer kepada responden atau ditampilkan pada
layar komputer untuk wawancara melalui telepon. Interviewer juga mencatat dan
merekam respon dari responden pada interview
protocol tersebut.
Tujuan dari wawancara kuantitatif adalah untuk menstandarkan
apa yang disajikan kepada narasumber. Standarisasi ini akan dicapai ketika apa
yang dikatakan oleh semua narasumber itu sama atau hampir sama. Ide utamanya
adalah bahwa peneliti kuantitatif ingin
mengungkap setiap narasumber untuk stimulus yang sama sehingga hasilnya dapat
dibandingkan. Hasil wawancara kuantitatif kebanyakan merupakan data kuantitatif
sehingga dapat dianalisis menggunakan prosedur statistika kuantitatif. Hal ini disebabkan karena
pertanyaan-pertanyaannya bersifat open-ended
yang tentu saja sama untuk semua
responden. Wawancara pada penelitian kuantitatif kelihatannya hampir sama
dengan kuesioner. Dalam kenyataannya, banyak peneliti menyebut interview protocol sebagai kuesioner.
Beberapa
tips untuk merancang sebuah wawancara yang
efektif adalah :
1)
Yakinlah bahwa semua responden sudah
terlatih dengan baik
2)
Kenalilah latarbelakang orang yang
diwawancarai sehingga akan mengetahui sedikit tentang orang tersebut.
3)
Membuat laporan dan membangun
kepercayaan kepada narasumber
4)
Lebih bersifat empati dan netral
terhadap apa yang disampaikan oleh narasumber
5)
Gunakan sedikit anggukan kepala dan
mengatakan “um-hms” untuk menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang
disampaikan.
6)
Bersikap lebih refleks
7)
Biarkan narasumber yang lebih banyak
memberikan informasi, bukan anda.
8)
Lebih sensitif terhadap persoalan
gender, umur, dan perbedaan budaya antara anda dan narasumber.
9)
Yakinlah bahwa narasumber sungguh
memahami apa yang akan ditanyakan.
10) Sediakan
sedikit waktu bagi narasumber untuk menjawab pertanyaan.
11) Mengontrol
dan menjaga proses wawancara agar tetap fokus.
12) Gunakan
probes dan menindaklanjuti pertanyaan untuk mendapatkan respon yang jelas dan
bermakna.
13) Membangun
sikap respek terhadap waktu/kesempatan narasumber
14) Pada
jenis wawancara tertentu, sebaiknya direkam sesi wawancara tersebut.
15) Setelah
wawancara selesai, periksalah tulisan dan rekaman anda agar lebih berkualitas
dan lengkap (Johnson & Christensen, 2000: 204).
d.
Pengamatan/Observasi
Pengamatan
atau observasi diartikan sebagai watching
the behaviorial patterns of people in certain situations to obtain information
about the phenomenon of interest (MacMillan & Schumacher, 2010: 211). Pada pengertian ini, kegiatan
observasi digunakan hanya untuk mengamati pola perilaku manusia pada situasi
tertentu untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang menarik. Sedangkan
menurut Sugiyono (2009: 203), kegiatan observasi tidak terbatas pada obyek
manusia, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan
observasi dapat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejalah-gejalah alam dan bila responden yang diamati
dalam jumlah yang relatif tidak terlalu besar.
Terdapat
dua jenis pengamatan yakni observasi partisipan dan observasi nonpartisipan.
Pada observasi partisipan, pengamat terlibat langsung dengan kegiatan
sehari-hari orang yang diamati. Sedangkan pada observasi nonpartisipan,
peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Kelemahan jenis
observasi ini adalah data yang diperoleh kurang mendalam dan tidak sampai pada
tingkat makna yaitu nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan
dan yang tertulis. Observasi nonpartisipan ini dibagi lagi dalam dua kategori
yakni observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur.
Pada
observasi kuantitatif berkaitan dengan standarisasi semua prosedur observasi
untuk mendapatkan data penelitian yang reliabel. Standarisasi ini meliputi
siapa yang diobservasi, kapan observasi dilakukan, dimana observasi dilakukan
dan bagaimana kegiatan observasi berakhir. Observasi kuantitatif biasanya
menghasilkan data kuantitatif seperti jumlah atau frekuensi dan persentase.
e.
Pengukuran
Nonkognitif
Pengukuran nonkognititf lebih terfokus pada emosi dan perasaan, termasuk dalam pengukuran nonkognitif adalah
sikap (attitudes), opini (opinions), nilai-nilai (values), minat (interests) dan kepribadian (personality).
Walaupun para praktisi pendidikan dan psikologi telah mempelajari faktor
nonkognitif, namun pengukuran untuk ciri ini sering lebih sulit dibandingkan
pengukuran kognitif. Menurut McMillan dan Sally Schumacher (2001: 194),
terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi kesulitan pengukuran pada
nonkognitif yaitu :
1)
Noncognitive
test results may be adversely affected by response
set, which is the tendency of a subject’s answer to be influenced by a
general set when responding to items. Respon set is tendency to answer most
questions the same way.
2)
Noncognitive
items are susceptible to faking. One of the most serious types of faking is
social desirability, in which subjects answer item in order to appear most
normal or most socially desirable rather than responding honestly.
3)
The
reliability of noncognitive test is generally lower than that cognitive tests.
4)
In
most noncognitive tests, we are interested in evidence of construct validity,
which is difficult to establish.
5)
Noncognitive
tests do not have “right” answer like cognitive tests.
f.
Penilaian
Alternatif
Penilaian
alternatif didesain untuk menyediakan cara yang berbeda dalam menunjukkan
pencapaian penampilan siswa. Terdapat berbagai jenis penilaian alternalif
seperti demonstrasi, pertunjukan/pameran, penilaian berdasarkan performans dan
portofolio. Performanced-based assesment
is observation of skill, behavior, or competency. Sedangkan penilaian
portofolio merupakan a purposeful,
systematic collection and evaluation of student work that document progress
toward meeting learning objectives. Dalam dunia pendidikan, portofolio
digunakan untuk meningkatkan frekuensi khususnya dalam penilaian ketrampilan
membaca dan menulis.
1.
Validitas
dan Reliabilitas Instrumen
Untuk mendapatkan hasil penelitian
yang valid dan reliabel maka diperlukan alat ukur/instrumen yang memiliki
validitas dan reliabilitas yang tinggi. Instrumen disebut valid jika digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan instrumen yang reliabel
adalah instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang
sama, akan menghasilkan data yang sama. Instrumen
yang valid harus mempunyai validitas eksternal dan internal. Validitas internal
terjadi jika kriteria yang ada dalam instrumensecara rasional telah
mencerminkan apa yang diukur. Jadi kriterianya ada dalam instrumen. Sedangkan
validitas eksternal terjadi jika instrumen disusun berdasarkan fakta empiris
yang ada. Secara lebih rinci, uji validitas dan reliabilitas instrumen dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Skema tentang Instrumen dan cara-cara
Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Berdasarkan gambar diatas, dapat
simpulkan bahwa dalam merancang suatu instrumen yang valid dan reliabel menjadi
hal yang mutlak sehingga bisa diperoleh data penelitian yang memiliki validitas
dan reliabilitas yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Johnson,
B. & Larry Christensen. (2000). Educational
Research, Quantitative and Qualitative Approaches. USA. Allyn and Bacon.
MacClave, James T. & Sincich, Terry.
(2000). Statistics. USA.
Prentice-Hall
McMillan,
J.H. & Sally Schumacher. (2010). Research in Education, Evidence- Based Inquiry. USA. Pearson.
Mertens,
Dona M. (2010). Research and Evaluation
in Education and Psychology. USA. Sage Publication.
Scheaffer,
Richard L. (1986). Elementary Survey Sampling. USA. PWS Publisher.
Sugiyono.
(2009). Metode Penelitian Pendidikan,
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta
0 komentar:
Posting Komentar