Rabu, 11 Mei 2016

FREEPORT HANCUKAN KAMI, PUTRA TIMUR INDONESIA, USIR FREEPORT!!!


Jakarta, Aktual.com — Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli memaparkan berbagai pelanggaran yang dilakukan PT Freeport sejak menambang di Papua. Dia menyebut, Freeport telah mengingkari pemerintah mulai dari aspek royalti sampai kerusakan lingkungan.
Pertama ihwal pembayaran terhadap hasil penjualan hasil tambang Freeport kepada pemerintah atau biasa disebut royalti. Rizal menegaskan bahwa seharusnya persentase royalti itu lebih dari 5 ersen.
“Satu, selama dari 1967-2014, (Freeport) hanya membayar royalti 1 persen, padahal negara lain bayar kewajiban 6-7 persen royaltinya. Memang sebelum pemerintahan SBY berakhir mereka setuju menaikkan 3,5 persen royalti, tapi itu belum cukup. Menurut kami, Freeport harus bayar 6-7 persen royalti,” papar Rizal, di gedung KPK, Jakarta, Senin (12/10).
Rizal menduga ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan pihak pemerintah, hingga berpuluh-puluh tahun royalti yang diberikan Freeport hanya sebesar 1 persen. “Kenapa bisa segitu lamanya? dari 67-2014, hanya bayar 1 persen? Mohon maaf, terjadi KKN pada saat perpanjangan kontrak tahun 80an. Kami tidak mau ini terulang lagi,” sesal Rizal.
Kedua, sambung dia, Freeport juga dianggap tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan di tempatnya menambang, khususnya di sungai Amungme. Padahal seharusnya, limbah yang sangat berbahaya itu menjadi tanggung jawab mereka.
“Yang kedua, limbah beracun yang membahayakan rakyat di sekitar sungai Amungme di Papua itu tidak diproses. Freeport terlalu ‘greedy’, terlalu untung besar besaran. Padahal ada tambang lain di Sulawesi yang memproses limbahnya sehingga tidak membahayakan lingungan,” jelasnya.
Selanjutnya, Rizal juga menyebut Freeport telah melanggar kontrak dengan pemerintah sehubungan dengan divestasi. Dalam kontraknya, Freeport diharuskan menjual sebagian sahamnya kepada pemilik sumber daya alam, dalam hal ini pemerintah Indonesia.
“Yang ketiga, Freeport selalu mencla-mencle soal divestasi. Padahal ada kewajiban pemegang kontrak karya harus punya program divestasi. Artinya, menjual sahamnya kepada pemerintah Indonesia atau anak perusahaan di Indonesia,” pungkasnya.
(Arbie Marwan) 

0 komentar:

Posting Komentar