Serangan wereng sejak tahun 2010 telah memberikan kerugian yang sangat besar bagi petani. Jika ditelaah, ledakan populasi wereng ini sebenarnya tak lepas dari ulah manusia sendiri, tentu saja karena faktor iklim yang mengalami perubahan. Beberapa faktor yang dapat ditemui sebagai penyebab meledaknya hama wereng adalah: 1. Terjadinya iklim La-Nina pada tahun 2010 ditandai dengan musim kemarau basah karena banyaknya curah hujan. Kondisi lembab adalah kondisi yang sangat disukai oleh hama dan penyakit; 2. Air melimpah sehingga tanam padi tak serempak; 3. pemupukan N yang berlebihan sehingga menyebabkan turunnya daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit; 4. Penggunaan insektisida yang tidak tepat dan berlebihan menyebabkan matinya musuh alami dan terjadinya resistensi beberapa jenis hama termasuk wereng. Seprti apakah musuh alami yang efektif untuk wereng? bagaimana mekanisme agens hayati membunuh wereng?
Penggunaan agens hayati menjadi salah satu metode yang ampuh untuk mengatasi serangan hama wereng. Agens hayati yang dianjurkan adalah Beauveria bassiana. Fungi ini ditemukan pada abad ke 18 di Prancis dan Italia, di mana produksi sutra penting dalam abad 16 dan 17, kerugian berat larva ulat dialami setiap tahun dari "muscardine". Pada tahun 1835, ilmuwan Italia Agostino Bassi de Lodi (disebut sebagai "Bapak Patologi Serangga") menunjukkan bahwa masalah yang mempengaruhi ulat sutera sebenarnya disebabkan oleh jamur yang berkembang biak pada tubuh serangga. Ini adalah mikroorganisme pertama yang diakui sebagai agen hayati yang menyerang hewan. Ya memang, patogen hewan pertama yang harus dipahami adalah serangga, bukan manusia! Jamur tersebut kemudian disebut Beauveria bassiana untuk menghormati penemunya. Mumi putih yang sangat khas dan terlihat dari ulat yang terkena serangan jamur tersebut memunculkan nama muscardine, yang berasal dari kata Perancis untuk kembang gula yang menyerupai spesimen mumi. Hari ini muscardine merujuk kepada jamur serangga atau penyakit yang disebabkan oleh jamur. [1]
Gambar serangga yang terserang B.Bassiana
(berbagai sumber)
Beauveria adalah jamur alami dalam tanah sepanjang timur laut (dan dunia), Dan telah diteliti untuk pengendalian serangga tular tanah (misalnya kumbang Mei di Eropa, batang Argentina kumbang di Selandia Baru). Banyak serangga tanah, mungkin memiliki toleransi yang alami untuk patogen ini, yang tidak dipamerkan pada banyak hama daun. Oleh karena itu, pengembangan komersial dari jamur ini terutama ditujukan untuk pengendalian biologis terhadap hama daun. [2]
Beauveria bassiana membunuh hama melalui infeksi sebagai akibat dari serangga yang kontak dengan spora jamur. Serangga dapat kontak dengan spora jamur melalui beberapa cara: semprotan jamur menempel pada tubuh serangga, serangga bergerak pada permukaan tanaman yang sudah terinfeksi jamur, atau dengan memakan jaringan tanaman yang telah diperlakukan dengan jamur (yang terakhir ini bukan metode utama penyerapan). Setelah spora jamur melekat pada kulit serangga (kutikula), mereka berkecambah membentuk struktur (hifa) yang menembus tubuh serangga dan berkembang biak. Ini mungkin memakan waktu 3-5 hari untuk serangga mati, tapi mayat yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai sumber spora untuk penyebaran sekunder jamur. Serangga juga dapat menyebarkan jamur melalui perkawinan.[3] Kelembaban tinggi dan air bebas (aw) meningkatkan aktivitas dari konidia dan proses infeksi serangga. Spora jamur mudah dibunuh oleh radiasi matahari dan menginfeksi dengan optimal pada suhu dingin hingga suhu moderat [4]
Pedoman Umum: Rentang keberhasilan penyemprotan menggunakan fungi ini akan tergantung pada kerentanan spesies yang bersangkutan, tingkat populasi hama, dan kondisi lingkungan pada saat aplikasi. Namun di sini adalah beberapa poin untuk diingat:
- Pengamatan sebelum penyemprotan.
Sebelum penyemprotan, lakukan pengamatan agar waktu penyemprotan sesuai dan efektif. Berlaku hanya apabila serangga terlihat pada tanaman dan tidak berlaku sebagai semprotan pencegahan karena residu dapat hilang dalam beberapa hari. - Sebuah aplikasi tunggal mungkin tidak cukup.
Beberapa aplikasi berulang mungkin diperlukan untuk memberikan kontrol yang memadai, karena jamur cepat dipecah oleh sinar matahari dan tercuci oleh hujan. Ada bukti bahwa jamur dapat melewati musim dingin dan aplikasi berulang-kali dapat meningkatkan efektivitas untuk beberapa serangga - Gunakan terhadap fase awal serangga.
B. bassiana lebih efektif pada tahap muda serangga dari pada tahap yang lebih tua (misalnya larva besar atau orang dewasa). - Pertimbangkan kompatibilitas.
Jangan mencampur tangki dengan fungisida yang tidak diperbolehkan Menerapkan semprotan fungisida kimia dalam rentang waktu 4 hari setelah aplikasi B. bassiana juga dapat mengurangi kemanjurannya. - Kelembaban adalah faktor pendukung.
Beauveria mungkin akan lebih efektif dalam kondisi kelembaban relatif tinggi.
Pengalaman saya dilapangan, penggunaan agens hayati ini memang efektif untuk pengendalian wereng, dengan syarat waktu pengendaliannya tepat dan sesuai dengan siklus hidup wereng. Namun karena agens hayati memiliki beberapa kelemahan, petani menjadi tidak sabar dan cenderung menganggap agens hayati ini kurang manjur. Perlu diberikan pendampingan dan pemahaman dalam penggunaan setiap agens hayati.
Semoga artikel ini bermanfaat. Terus perjuangkan budaya kembali ke alam.
Referensi:
[1] Susan Mahr. 1997. The Insect Fungus Beauveria bassiana. Midwest Biological Control News. http://www.entomology.wisc.edu
[3] Long, D.W., G.A. Drummond, E. Groden. 2000. Horizontal transmission of Beauveria bassiana. Agriculture and Forest Entomology 2:11-17. NOP. 2000. USDA National Organic Program Regulations, 7CFR 205.206(e) http://www.ams.usda.gov/nop
[4] Goettel, M. S., G. D. Inglis and S.P. Wraight. 2000. Fungi, pp.255- 282. In Field Manual of Techniques in Invertebrate Pathology. Eds. L.A. Lacey and H. K. Kaya. Kluwer Academic Press.
0 komentar:
Posting Komentar